Selasa, 23 Oktober 2012

Putra Daerah Tak Jamin Kemajuan Daerah

Idiom yang selama ini mengatakan bahwa putra daerah sangat membantu mempercepat kemajuan suatu daerah ternyata tak seluruhnya benar begitu pula sebaliknya. Artinya kembali tergantung pada kepribadian,niat,tujuang seseorang dalam memegang kekuasaan. Hal inilah yang saat ini terjadi di Kota Tanjung Balai. Sepanjang sejarah keberadaan Kota Tanjung Balai (Asahan) dari dulu hingga sekarang belum ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan kemajuan signifikan dalam kehidupan masyarakat kota Tanjung Balai. Kalaupun ada yang berbeda, itu hanya sekedar sikap simpati dari sosok kepala daerahnya (walikotanya) atau popularitas sosok ketika itu ketika Kota Tanjung Balai dipimpin oleh Adul Manan Simatupang. Sosok beliau hanya terbatas pada kewibawaan seorang Walikota dibanding pejabat kota lainnya dimasa itu. Tetapi tetap saja tak menyentuh kesudut kesejahteraan rakyat.

Terlepas dari kebenaran latar belakang sejarah, walikota Tanjung Balai sekarang ini (katanya) putra asli Tanjung Balai,sebab soal status penduduk asli di Tanjung Balai ini hanya diukur dari kelahirannya. Persoalannya tidak sedikit kalangan yang kecewa dengan Walikota sekarang ini. Tidak jelas apa yang akan beliau lakukan untuk kemajuan kota tua ini, seperti mati tak memiliki ruh pada hal secara geografis kota Tanjung Balai menyimpan potensi kuat untuk menjadikan dirinya sebagai salah satu kekuatan besar dibidang ekonomi.
Secara geografis dan kultural kota Tanjung balai cukup modal untuk meraih mimpi kesejahteraan itu,sebagai pintu gerbang kawasan eksport-import, sebagai kawasan wisata bahari,sebagai kawasan pengolahan dan pengelolaan ikan dan hasil laut lainnya.
Tetapi mimpi-mimpi itu hanya bisa terwujud dengan adanya kepemimpinan yang memiliki kekuatan berpikir strategis,fokus dan progresif.
Jadi tak cukup hanya mengandalkan doa seribu dinar menurut istilah sang Walikota. Doa adalah penyempurnaan usaha konkrit yang sudah dilakukan sehingga dengan demikian tidak logis jika do'a dijadikan sebagai alasan untuk menyembunyikan kelemahan manajemen dan skill seorang walikota dalam memperjuangkan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Tetapi sayangnya ada alasan yang tak mudah digugat oleh rakyat,...."kan saya dipilih Rakyat ?" dan lebih disayangkan lagi rakyat tidak memiliki pilihan lain seperti yang ia mau karena sesungguhnya calon-calon itu mereka yang dicalonkan partai-partai politik dan sangat-sangat disayangkan lagi rakyat tak memiliki akses untuk merubah sistem politik tak berpihak itu kecuali dengan Revolusi sementara bila hal itu dilakukan ada kekuatan-kekuatan lain yang akan segera memanfaat kondisi carut marut itu.
Kota Tanjung Balai semakin tidak diperhitungkan dan diminati orang lain untuk dikunjungi ataupun ditanami incestasi, berbagai ketakutan dan kecemasan menjadi alasan untuk mengalihkan perhatian orang ketempat lain, diantaranya alasan kota ini jalur peredaran narkoba,kota yang mentolerir perjudian dan kemaksiatan,kota dengan infrastruktur buruk dan lain-lain keburukan dibanding kota-kota lainnya.
Nasib Kota tua ini sekaligus rakyat yang mendiaminya sangat malang, baik dipimpin oleh orang-orang yang tidak dilahirkan dikota ini maupun orang yang dilahirkan dikota ini sendiri.
Kota Tanjung Balai seperti kota tak bertuan , tidak ada lagi kehidupan budaya,adat istiadat termasuk tokoh-tokoh masyarakat yang patut untuk dipanuti.
Entah sampai kapan kota ini akan memperoleh pencerahan dan kesejahteraan sukar diprediksi jika kehidupan budaya dan kearifan lokal yang dulu ia miliki tidak dihidupkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar