Kamis, 14 Maret 2013

Kelahiran Sinaga : Antara Ketakukan dan Mitos


Sianjur Mula-Mula adalah kampung dari Saribu Raja dengan ketiga saudara lelakinya yakni Limbong  Mulana, Sagala Raja dan Silau Raja dengan kelima saudarinya yakin Boru Pareme,  Boru Bidding Laut, Nai Ambaton, Nai Suanon, Nai Rasaon.
Hariara Maranak Situs bersejarah Pomparan Raja Lontung, yang pagarnya sempat dirusak orang tak di kenal beberapa waktu lalu (photo milik: deltapariranews.com)

Di dekat Sianjur Mula-mula itu ada tempat yang bernama Ulu Darat, dimana dipercaya saat itu sebagai hutan keramat. Mitos pusuk buhit menyebutkan bahwa dibawah tempat itulah posisi kepala dari Naga Padoha berada, yang dalam legenda dianggap sebagai penjaga Banua Tonga (Bumi). Ekornya ada di laut setelah di benamkan oleh Boru Deak Parujar (baca Legenda Boru Deak Parujar).

Di hutan inilah tempat persembunyian Saribu Raja dan Boru Pareme yang telah melakukan perkawinan sedarah. Begitulah juga Si Raja Lontung dengan istrinya (yang merupakan ibunya sendiri) Boru Pareme bersembunyi. Dalam bayangan intaian saudara-saudaranya yang menginginkan darah Si Raja Lontung dan Boru Pareme yang sedang hamil juga bersembunyi di daerah itu. Daerah kramat yang dipercaya tidak akan di masuki oleh saudara-saudaranya.
Tidak begitu jelas siapa yang menunjukkan tempat itu, tetapi disitulah lahir Bayi hasil hubungan insect itu. Seorang bayi yang lahir di tempat yang dianggap sangat angker, tempat yang dianggap sebagai kepala tempat peristirahatan Naga Padoha. 

Dan kelahiran bayi itu dianggap sebagai anugrah luar biasa mengingat keramatnya tempat itu, sehingga Raja Lontung memberi nama anak yang aru lahir itu: SINAGA, karena lahir tepat diatas bagian kepala dari peristirahatan Naga Padoha penjaga Banua Tonga (Penjaga Bumi), dan kelahirannya sudah memecahnya Mitos keangkeran tempat istiraha dari Naga Padoha penjaga Banua Tonga.
Akhirnya ketahuanlah telah lahir bayi itu, bayi tak berdosa yang di beri nama: Sinaga, anak dari Siraja Lontung dengan Boru Pareme oleh Limbong Mulana, Sagalaraja dan Silau Raja, maka berencanalah mereka membunuh Si Raja Lontung dan Anaknya Sinaga, dengan alasan untuk memenuhi hukum atau kelakuan Saribu Raja, Si Raja Lontung dan Boru Pareme, yang telah membuat aib besar dikalangan keturunan Guru Teteabulan.

Disinyalir ada kepentingan dari Limbong Mulana atas hak kesulungan dari Guru Teteabulan, meski pada akhirnya teori ini bisa digugurkan karena akhirnya semua keturunan Guru Teteabulan diluar Lontung. Bergabung dan mengangkat Putra kedua Saribu Raja yaitu Raja Borbor sebagai pewaris Utama dari Turunan Guru Teteabulan (Raja Ilontungan) yaitu dengan memberikan hak kesulungan pada keturunan Raja Borbor untuk mempimpin Klan Guru Teteabulan yang selanjutnya dikenal sebagai Nai Marata dan diwariskannya semua peninggalan Saribu Raja pada keturunan Raja Borbor.

Terlihat juga dari Peran Pandita Raja (Pendeta Raja) dari Naimarata yang di pegang oleh Jonggi Manaor yang bermarga Pasaribu (Toba Na Sae - Sitor Situmorang).
Keluarga itu terus bersembunyi paska kelahiran Sinaga, dan tepat sebulan setelah kelahiran Sinaga terdengar lah berita bahwa keluarganya akan datang untuk membunuh mereka lalu mereka meninggalkan daerah itu dan mengungsi jauh melawati Danau kearah Samosir Selatan. Itulah tempat itu diberikan nama Sabulan, karena hanya sebulanlah setelah Sinaga Lahir ditempat itu. 
Dan menurut cerita yang didapat penulis Malau -lah (putra Silau Raja) yang membantu pelarian Raja Lontung, Boru Parema dan Sinaga.
Itulah alasan utama terusirnya marga Malau dari Sianjur Mula-Mula dan mengapa tua-tua  diantara kalangan Raja Lontung ada keinginan dan sebagian malah menempatkan turuna Silau Raja sebagai Hula-Hula dari semua keturunan Raja Lontung. Mengenang jasa dan beban yang ditanggung Malau ketika menyelamatkan Moyang keturunan Si Raja Lontung.

Dalam perjalanannya menyeberangi danau kearah Samosir tibalah dia disuatu tempat yang di kenal saat in sebagai Urat. Siraja Lontung menancapkan tongkatnya dan tumbuhlah pohon dari tongkat itu (dan selanjutnya tumbuh anak pohon itu, maka disebutlah tempat itu sekarang sebagai Hariara Maranak).
Merasa bahwa tempat itu adalah tempat yang terbaik baginya dan keturunanya menetaplah Si Raja Lontung di tempat itu.
Dan Situmorang, Pandiangan,  Naingolan, SimatupangAritonang dan Siregar dan kedua Putrinya: Si Boru Amak Pandan (yang dipersunting oleh Simamora) dan Si Boru Panggabean (Yang dipersunting oleh Sihombing) lahir di Hariara Maranak – Urat tersebut.
Dari Cerita leluhur diatas maka selayaknya kita keturunan Si Raja Lontung dan Sinaga dapat mengambil 3 pelajaran penting bahwa:
  1. Keturunan Si Raja Lontung (terutama Sinaga) punya hutang besar pada Malau (selanjutnya di sebut seluruh keturunan Silau Raja – Malau Raja) , maka selayaknya kita menghormati mereka yang telah menolong moyang kita. Dan menurut beberapa cerita juga Silau Raja juga punya andil dalam menyelamatkan Saribu Raja, Si Boru Pareme dan Si Raja Lontung dan selanjutnya anaknya Malau juga melakukan hal yang sama menolong Si Raja Lontung,  Boru Pareme dan Sinaga.
  2. Bahwa Aib yang telah dilakukan oleh moyang kita bukan lagi hal yang harus kita tutupi atau bahkan kita ulangi, perjuangan dari Moyang kita sehingga Klan Lontung tegak berdiri di Toba yang tidak tunduk pada Siapapun (Toba Na Sae – Sitor Situmorang) adalah jerih perjuangan nenek  moyang kita pastinya dalam kebersamaan dengan semua Pomparan Lontung dalam kesatuan yang kuat dan Kokoh Sejak dulu, menghadapi tekanan dan ancaman di tengah aib itu yang bisa jadi sulit untuk menceritakan lagi, tetapi ingatlah bahwa moyang kita telah melakukan sesuatu untuk yang pastinya luar biasa sehingga kita ada dan bisa berjalan dengan kepala tegak hingga akhir ini.
  3. Sinaga lahir dengan memecahkan mitos keangkeranUlu Darat, tempat Kepala dari Naga Padoha yang sebagai Penjaga Banua Tonga, termasuk penyebab Gempa Bumi, maka ingatlah Semangat bahwa keturuannya juga jadilah pendobrak dari kebuntuan dan ketidakpastian yang ada dalam lingkungannya.
  4. Sinaga adalah putra tertua Si Raja Lontung menurut kelahiran.

Legenda Putri Hijau: diantara Batak dan Haru (Aru) sebuah Hipotesis


Rute perjalanan Marcopolo ke Sumatera 
(SUMBER: The Travels of Marco Polo: The Complete Yule-Cordier Edition Oleh Marco Polo,Sir Henry Yule,Henri Cordier; Dover Publication. 1993 )

Dalam legenda Puteri hijau dikisahkan bahwa dirinya adalah Puteri yang sangat cantik jelita, dengan tubuhnya mengeluar pamor warna kehijauan. Dan kecantikannya terkenal sampai ke seantero Nusantara dan telah membuat kepincut Sultan Aceh yang ingin meminangnya.Tetapi pinangan itu ditolak (dengan alasan yang tidak Jelas) sehingga membuat Sultan Aceh merasa tersinggung, lalu menyerang Benteng Putri Hijau .
Diluar dugaan Benteng itu ternyata sangat kuat, sehingga Sultan Aceh gagal menembusnya. Kekuatan benteng itu menggambarkan bahwa Putri Hijau  itu terkait pada sebuah kerajaan yang cukup besar artinya Putri Hijau bukan dari kalangan masyarakat bawah. Akhirnya Pasukan Sultan Aceh berhasil menguasai Benteng. Setelah pasukan Aceh menembaki Benteng dengan ribuan Koin Emas yang membuat pasukan Benteng Putri Hijau kacau balau dan saling berebutan koin emas. Dan selanjutnya dalam legenda Putri Hijau ada dua Versi dimana versi pertama mengatakan dia dibawa Saudaranya yang berbentuk Ular Naga yang bernama Ular Simangombus dan kini bersemayam di sekitar Pulau Berhala. Akan tetapi dalam versi lainnya dia sempat di tawan Sultan Aceh sebelum akhirnya hilang di bawa badai di Selat Sumatra. 
Di perkirakan kejadian ini berlangsung di Abad 15 sampai abad ke 16 dimana saat itu adalah saat paling berdarah di Sumatra dan Semenanjung Malaya (wikipedia.org).

Tapi siapakah sebenarnya Putri Hijau?
Beberapa Sumber mengatakan bahwa benteng Putri Hijau itu adalah pusat kerajaan Haru (Aru) sebelum di hancurkan oleh Pasukan Multinasional Aceh. Menurut Tengku Luckman Sinar Legenda Puteri Hijau, bila dikaitkan dengan sejarah Kerajaan Haru, maka yang di maksud dengan Putri Hijau adalah Istri dari Raja Haru yang bentengnya berhasil di tembus oleh Aceh karena berhasil menyuap Panglima haru dengan Emas (Mengutip catatan Pinto), yang akhirnya mengungsi menggunakan perahu yang berkepala Naga, Meriam itu menurutnya adalah Hadiah dari Portugal. Sementara menurut Pinto perang Kerajaan Batak dengan Raja Aceh juga adalah karena Raja Batak menolak menceraikan Istrinya yang sudah di nikahinya selama 26 tahun untuk memenuhi permintaan Raja Aceh, agar Raja Batak dapat menikahi Saudari dari Raja Aceh. Ya itulah alasan di balik perang Batak melawan Aceh ada keterlibatan wanita dan pada titik ini tidak sejalan dengan Legenda Putri Hijau yang berkata sebaliknya.

Hal yang sangat menarik sebenarnya jika sampai Sultan Aceh (yang Islam) mau mengorbankan Saudarinya untuk menikah dengan Raja Batak (yang disebut Kafir – meskipun sudah disebut dipengarushi Islam) juga menimbang usia Raja yang pastinya tidak muda lagi  (mengingat perkawinannya sudah menginjak usia 26 tahun) seperti di catat Pinto. Akan tetapi  jika bandingkan dengan Budaya Batak Sekarang yang menganut system Dalian Na Tolu (Rakut Sitelu, Tolu Sahundulan) tetunya ada keterkaitan, mengingat ini adalah posisi tawar yang kuat agar Raja Batak menjadi anak boru (Anak Beru) dari Sultan Aceh yang artinya dengan mengikuti jalur budaya maka Raja Batak akan tunduk dengan sendirinya dengan Sultan Aceh tanpa harus berperang ( Karena Aceh Menjadi Hula-Hula/Tondong/Kalingbubu Raja Batak). Dan dibalik ini Raja Batak mempunyai Koalisi yang besar.

Masih menurut Menurut Tengku Luckman Sinar nama Sultan Aru pada tahun 1477-1488 M adalah Maharadja Diraja, putera Sultan Sujak yang turun dari “Batu Hilir dikata Hulu, Batu Hulu dikata Hilir”. Menurutnya “mungkin pada kalimat itu, yang dimaksudkan adalah “Batak Hilir dikata Hulu, Batak Hulu dikata Hilir”.” Kata “Batak” sengaja dihilangkan karena maknanya bisa mengandung penghinaan, mengingat nama “Batak” pada saat itu menunjukkan pada pengertian “terbelakang”, orang-orang pedalaman di gunung yang belum memeluk Islam. Jadi, orang Haru awalnya berasal dari pegunungan, turunan Batak, yang kemudian masuk Islam menjadi Melayu.

Jadi opini diatas jelas menunjukkan bagaimana sebenarnya dekatnya hubungan Putri Hijau dengan Batak tempo dulu sehingga sering terdengar Aru (Haru) sebagai Kerajaan Batak (kemungkinan ini terjadi pada saat Pra “Pengungsian” ke Pusuk Buhit).

Dari Nama Saudara Putri Hijau dalam legenda itu yaitu Naga Pangombus  yang bersemayam di Selat Malaka mengingatkan kita pada Legenda Naga Padoha (disebut juga Siraja Padoha)  yang kepala ada di Ulu Darat di Sianjur Mula-Mula – Samosir dan ekornya ada di selat Malaka yakni Penjaga Banua Tonga yang di benamkan oleh Boru Deak Parujar dalam Legenda Boru Deak Parujar. Legenda yang bertalian diantara kebetulan atau kesengajaan.

Lalu dimanakah letaknya Kerajaan Batak dan Aru?
Menurut Catatan Tomi Pires (dalam Buku Suma Oriental) bahwa Kerajaan Batak itu ada diantara Kerajaan Pase dan Kerajaan Aru, sementara menurutnya Kerajaan Batak memiliki sebanyak tiga puluh empat sampai empat puluh “lancharas”, yang keluar melalui saluran sungai yang ada di negaranya, dan tidak ada yang hidup di pantai kecuali pengamat untuk melihat yang pergi dan datang. Artinya kerajaan ini tidak mempunyai pelabuhan laut. Dan Pires menyebutkan bahwa Raja Aru tinggal di pedalaman dan dia menyebutkan daerah 

Aru meliputi sebagian Minangkabau, dan di sana mereka memiliki sungai sangat besar  sepanjang pedalaman pulau Sumatera dan dapat dilalui kapal, dan dari tempat-tempat mereka mendapatkan kain untuk pakaian mereka dan kebutuhan lainnya. Dan William Marsden dalam The history of Sumatra mengindikasikan Aru sebagai tanah Rao. Pires menyebut Aru sebagai Kerajaan sangat Besar, akan tetapi saat perang Aru dengan Aceh dia hanya mempunyai 6000 tentara tanpa ada orang asing, bandingkan dengan Raja Batak Paska Jatuhnya bagian terbesar dari negerinya (apakah ini Benteng Putri Hijau?) Raja Batak masih mempunyai 8000 pasukan Batak ditambah alliasi menjadi (15000 orang) saat menyerang Aceh (merujuk catatan Pinto).
Dalam Catatan Pinto juga disebutkan bahwa Aru telah mempunyai pelabuhan yang di singgahi Pinto sebelum meneruskan perjalanan ke Tanah Batak bernama Soratilu, sementara merujuk catatan Pires kerajaan Batak diantara Pase dan Aru tidak mempunyai pelabuhan.

Pinto juga menuliskan bahwa tentara Aceh yang dipimpin oleh Heredin Mahomet, saudara Ipar dari Sultan Aceh, dengan menikahi Saudarinya, dan adalah gubernur dari kerajaan Barus. Kapal Armada Aceh dengan 12 Ribu pasukan (4000 adalah orang asing) ini dengan tiba pada sungai Panetican dimana Raja Aru Menghadapi mereka dengan 6000 orang pasukannya tanpa ada orang asing. Dan musuh (Aceh) menemukan Benteng berparit sebagai pertahanan Aru. Akhirnya Aceh menyerang benteng mereka dengan serangah dahsyat dari sisi perairan. Dan Aru berhasil bertahan di sisi kedua benteng dan menyebabakan kerugian besar pada Pihak Aceh. Sehingga akhirnya Aceh mampu menyuap Panglima Aru,  yang mau menerima emas dari Aceh, yang mengakibatkan jatuhnya benteng itu ke Aceh, Dan Ratu Aru masih bergerilya paska kejatuhan benteng itu dan akhirnya mengungsi dengan kapal berlambang Naga ke Malaka (Lambang Legenda Ular Naga Simangombus - seperti argumen Tengku Luckman Sinar).

Sementara Benteng Putri Hijau ada di pedalaman Sumatra Utara (Deli Tua) saat ini sehingga tidak memungkinkan terjadi pertempuran di perairan. Dan dalam pertemuan antara utusan Raja Batak bernama: Aquarem Dabolay dengan Pedro de Faria,wakil Portugal di Malaka tahun 1539 (The voyages and adventures of Fernand Mendez Pinto. Done into Engl. by, Volume 3 hal. : 15). Diceritakan bahwa ada 3 Anak Raja Batak yang tewas dalam sebuah pertempuran yang disebut-sebut Paling Berdarah dengan Pasukan Aceh di daerah yang disebut “Jacur” dan “Lingua”, jumlah yang tepat dengan 3 bersaudara dalam Legenda Putri Hijau yang punya 2 saudara yaitu Naga Mangombus dan Meriam Puntung. Meski agak berbeda dengan apa yang ditulis Pinto bahwa yang tewas itu adalah 3 Putra (anak lelaki) Raja Batak.
 
Kalau ini terjadi maka adalah logis jika urutan ceritanya adalah Sultan Aceh ingin meminang Putri Hijau setalah benteng jatuh dan Sang Putri tertawan oleh (Pasukan) Sultan Aceh pasca berundurnya Pasukan Raja Batak dari Benteng itu, sehingga tolakan atas Pinangan Sultan Aceh sangat masuk akal karena penyerangan itu telah membuat tewasnya 2 saudaranya Putri Hijau.

Peta pada gambar terlampir mengindikasikan letak Kerajaan Aru (Haru) menurut perjalanan Marcoplo. Sementara Deli kemungkinan besar belum ada waktu itu.




Cat.: Tulisan ini dibuat bukan untuk klaim satu sama lain, ini semua didasarkan bahwa ada kepentingan semua Suku Bangsa di Sumatra Utara dengan Benteng Putri Hijau, untuk penelusuran sejarah masa lalu yang hilang, sehingga Suku Bangsa Batak pun seharusnya mendukung pelestarian Benteng ini.

Sumber:
kutipan dipersembahan Google Book:
1. The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the East, from the Red Sea to China yang di pubilkasi oleh Asian Education Service Delhi (India): 2005
2. The voyages and adventures of Fernand Mendez Pinto, yang dialih bahasa ke bahasa Ingris oleh H.C Gent yang diterbitkan tahun 1653,
3. 
The Travels of Marco Polo: The Complete Yule-Cordier Edition Oleh Marco Polo,Sir Henry Yule,Henri Cordier; Dover Publication. 1993
4.  The history of Sumatra: containing an account of the government, laws, customs and Manner, Oleh William Marsden, sold by Thomas Payne and Son; 1784.
Untuk statemen Tengku Luckman Sinar dikutip dari : http://www.tanohaceh.com/?p=2533 

Selasa, 12 Maret 2013

Pesona Samosir

Pelabuhan Ajibata
Pulau Samosir yang merupakan bagian wilayah Kabupaten Samosir merupakan pesona keindahan alam Sumatera Utara. Sepanjang pulau yang terletak ditengah-tengah Danau Toba ini terdapat berbagai objek wisata yang sangat beragam. Mulai dari objek wisata sejarah,wisata keindahan alam,wisata religi dan wisata budaya. Tiap-tiap kecamatan yang ada di Pulau Samosir memiliki keindahan dan ciri tersendiri. Dan sebagian besar jalan-jalan disepanjang Pulau Samosir ini boleh dikatakan baik kecuali di sebagian tempat yang saat ini sedang dalam pengerjaan.
Beberapa objek wisata yang dapat dikunjungi dipulau ini ( dengan rute perjalanan dari pelabuhan Tomok menuju kearah Ibukota Kab.Samosir yakni Pangururan ), diantaranya ;
  1. Tempat belanja Souvenir di Tomok (lebih kurang 200 m dari pelabuhan Tomok)
  2. Objek sejarah dari Raja Sidabutar dan Makamnya yang terbuat dari Batu yang dipahat (tanpa sambungan) juga di Tomok.
  3. Tempat melihat si gale-gale (patung kayu) yang bisa menari (manortor) dan pengunjung juga dapat diajak serta menari (manortor).
  4. Kursi batu tempat raja bersidang dan mengadili setiap pelanggar aturan di Sialagan (5 km dari Tomok
  5. Huta bolon (kampung besar) di Simanindo ( 10 km dari Ambarita) disana terdapat komplek bangunan rumah adat batak dan museum yang menyimpan barang-barang pusaka Batak,terdapat juga si gale-gale dan pertunjukan upacara adat batak sekaligus manortor.
  6. Dari Huta Bolon kita bisa menyempatkan diri kekampung sentra pertenunan ulos (perlengkapan pakaian adat Batak,jaraknya lebih kurang 3 km dari Huta Bolon
  7. Kemudian ada Pantai Pasir putih (lebih kurang 5 km dari Huta Bolon, tempat berjemur dan mandi ditepian Danau Toba,tempat yang bersih,tenang,pantainya landai,sangat cocok untuk menikmati dinginnya air danau toba.
  8. Selanjutnya dari Pantai Pasir Putih kita bisa melanjutkan perjalanan wisata kita ke Pangururan (Ibukota Kab.Samosir). Disini terdapat beberapa objek wisata diantaranya : Aek Rangat (pemandian air panas yang masih alami dan bermanfaat bagi kesehatatan tubuh dan kulit),Open Stage (tempat pagelaran seni budaya Batak,terletak ditengah kota Pangururan
  9. Jika ingin melanjutkan lagi kearah Timur kita bisa menuju Tele,tempat yang tinggi dimana disana terdapat menara tempat memandang panorama Danau Toba secara keseluruhan dari ketinggian (Menara Pandang Panorama Tele).
  10. Kembali dari Tele menuju Pangururan kita bisa melanjutkan perjalanan menuju Palipi, disana kita bisa menyaksikan keindahan danau Toba dengan view yang sangat indah,belum terjamah,memiliki sumber air panas alami.
  11. Perjalanan bisa diteruskan menuju Kecamatan Nainggolan, disini kita bisa menemukan objek wisata sejarah yakni Batu Guru, sebuah batu besar yang memiliki tiga pondasi (oleh masyarakat disana dikaitkan dengan Falsafah Dalihan Na Tolu), sebuah batu besar yang seolah-olah mengapung ditengah air Danau Toba, objek wisata tentang Pohon Beringin yang sangat besar di desa Sukkean serta pantai pasir putih tempat pemandian.
  12. Perjalanan masih bisa dilanjutkan ke Kec.Onan Runggu, disana ada Pantai Lagundi dengan pondok remajanya,pantai yang panjang dan berpasir putih.
  13. Pantai Pasir Putih, Desa Parbaba,Simanindo
    Batu Guru Ke.Nainggolan
  14. Dan masih banyak lagi objek-objek wisata lainnya yang tak kalah menarik seperti Danau diatas Pulau Samosir di Kecamatan Ronggur ni Huta,dan berbagai kampung-kampung tua masyarakat Batak yang masih terlihat keasliannya.
Bahwa anda tak usah khawatir mengenai tempat penginapan. Disini terdapat banyak tempat penginapan dalam berbagai kelas dan jenis mulai dari penginapan biasa (motel), Hotel,Guesthouse,Villa,Cottage yang umumnya memasang tarif yang terjangkau (wajar). Rata-rata tarif menginap antara Rp.75.000 hingga Rp.350.000/malam.
Aek Rangat, Pangururan
Untuk mencapai Pulau Samosir tidak sulit, dari Medan sekitar 4 jam perjalanan menuju kota turis Parapat dan dari Parapat anda bisa menyeberang ke Pulau Samosir dengan membawa kendaraan peribadi (baik Mobil maupun Motor) dengan tarif Rp.Rp 95.000 dan Rp.25.000. Ada satu hal yang perlu diperhatikan bahwa di Pulau Samosir anda perlu cermat untuk memilih tempat dan makanan karena bagi anda yang Muslim tentu akan mencari tempat dan makanan yang halal. Agak jarang terdapat disini (walaupun ada beberapa warung Muslim) ,dan wajar karena penduduk Pulau Samosir mayoritas Non Muslim. Tetapi tak perlu terlalu khawatir asal cermat mengamatinya.
Pohon Beringin Besar, Desa Sukkean,Nainggolan
Penginapan yang umumnya dipilih oleh wisatawan terpusat di Ring Road Tuk-Tuk Siadong lebih kurang 5 km dari Tomok.
Anda harus mencoba perjalanan mengelilingi Pulau Samosir bersama keluarga anda, fenomena alam disini tak bisa dibandingkan dengan tempat lainnya termasuk Bali, sebab Pulau Samosir memiliki fenomena alam yang indah tersendiri. Sepanjang jalan di Pulau Samosir aman bagi Anda yang hobbi bersepeda dan anda tak perlu membawa sepeda sendiri sebab disini banyak tersedia tempat penyewaan sepeda dan motor
Menara Pandang Tele
Samosir memang tempat wisata yang indah,belum terkontaminasi oleh perubahan gaya hidup. Masyarakatnya sangat sadar wisata terlihat dari lengkapnya rambu-rambu dan petunjuk jalan menuju ke objek wisata mana saja. Anda tidak akan kecewa jika berkunjung ke Pula Samosir na Uli ( Samosir yang Indah).