Rute
perjalanan Marcopolo ke Sumatera
(SUMBER: The Travels of Marco Polo: The
Complete Yule-Cordier Edition Oleh Marco Polo,Sir Henry Yule,Henri Cordier;
Dover Publication. 1993 )
Dalam legenda Puteri hijau
dikisahkan bahwa dirinya adalah Puteri yang sangat cantik jelita, dengan
tubuhnya mengeluar pamor warna kehijauan. Dan kecantikannya terkenal sampai ke
seantero Nusantara dan telah membuat kepincut Sultan Aceh yang ingin
meminangnya.Tetapi pinangan itu ditolak (dengan
alasan yang tidak Jelas) sehingga membuat Sultan Aceh merasa tersinggung, lalu
menyerang Benteng Putri Hijau .
Diluar dugaan Benteng itu ternyata
sangat kuat, sehingga Sultan Aceh gagal menembusnya. Kekuatan benteng itu
menggambarkan bahwa Putri Hijau itu terkait pada sebuah kerajaan yang
cukup besar artinya Putri Hijau bukan dari kalangan masyarakat bawah. Akhirnya Pasukan Sultan Aceh
berhasil menguasai Benteng. Setelah pasukan Aceh menembaki Benteng dengan
ribuan Koin Emas yang membuat pasukan Benteng Putri Hijau kacau balau dan
saling berebutan koin emas. Dan selanjutnya dalam legenda Putri
Hijau ada dua Versi dimana versi pertama mengatakan dia dibawa Saudaranya yang
berbentuk Ular Naga yang bernama Ular Simangombus dan kini bersemayam di
sekitar Pulau Berhala. Akan tetapi dalam versi lainnya dia sempat di tawan
Sultan Aceh sebelum akhirnya hilang di bawa badai di Selat Sumatra.
Di perkirakan kejadian ini
berlangsung di Abad 15 sampai abad ke 16 dimana saat itu adalah saat paling
berdarah di Sumatra dan Semenanjung Malaya (wikipedia.org).
Tapi siapakah sebenarnya Putri
Hijau?
Beberapa Sumber mengatakan bahwa
benteng Putri Hijau itu adalah pusat kerajaan Haru (Aru) sebelum di hancurkan
oleh Pasukan Multinasional Aceh. Menurut Tengku Luckman Sinar Legenda
Puteri Hijau, bila dikaitkan dengan sejarah Kerajaan Haru, maka yang di maksud
dengan Putri Hijau adalah Istri dari Raja Haru yang bentengnya berhasil di
tembus oleh Aceh karena berhasil menyuap Panglima haru dengan Emas (Mengutip
catatan Pinto), yang akhirnya mengungsi menggunakan perahu yang berkepala Naga,
Meriam itu menurutnya adalah Hadiah dari Portugal. Sementara menurut Pinto perang
Kerajaan Batak dengan Raja Aceh juga adalah karena Raja Batak menolak menceraikan Istrinya yang
sudah di nikahinya selama 26 tahun untuk memenuhi permintaan Raja Aceh, agar Raja Batak dapat menikahi Saudari dari Raja Aceh.
Ya itulah alasan di balik perang Batak melawan Aceh ada keterlibatan wanita dan
pada titik ini tidak sejalan dengan Legenda Putri Hijau yang berkata
sebaliknya.
Hal yang sangat menarik sebenarnya
jika sampai Sultan Aceh (yang Islam) mau mengorbankan Saudarinya untuk menikah
dengan Raja Batak (yang disebut
Kafir – meskipun sudah disebut dipengarushi Islam) juga menimbang usia Raja
yang pastinya tidak muda lagi (mengingat perkawinannya sudah menginjak
usia 26 tahun) seperti di catat Pinto. Akan tetapi jika bandingkan
dengan Budaya Batak Sekarang yang menganut system Dalian Na Tolu (Rakut Sitelu,
Tolu Sahundulan) tetunya ada keterkaitan, mengingat ini adalah posisi tawar
yang kuat agar Raja Batak menjadi anak boru (Anak Beru) dari Sultan Aceh yang
artinya dengan mengikuti jalur budaya maka Raja Batak akan tunduk dengan
sendirinya dengan Sultan Aceh tanpa harus berperang ( Karena Aceh Menjadi
Hula-Hula/Tondong/Kalingbubu Raja Batak). Dan dibalik ini Raja Batak mempunyai Koalisi yang besar.
Masih menurut Menurut Tengku Luckman
Sinar nama Sultan Aru pada tahun 1477-1488 M adalah Maharadja Diraja, putera
Sultan Sujak yang turun dari “Batu Hilir dikata Hulu, Batu Hulu dikata Hilir”.
Menurutnya “mungkin pada kalimat itu, yang dimaksudkan adalah “Batak Hilir
dikata Hulu, Batak Hulu dikata Hilir”.” Kata “Batak” sengaja dihilangkan karena
maknanya bisa mengandung penghinaan, mengingat nama “Batak” pada saat itu
menunjukkan pada pengertian “terbelakang”, orang-orang pedalaman di gunung yang
belum memeluk Islam. Jadi, orang Haru awalnya berasal dari pegunungan, turunan
Batak, yang kemudian masuk Islam menjadi Melayu.
Jadi opini diatas jelas menunjukkan
bagaimana sebenarnya dekatnya hubungan Putri Hijau dengan Batak tempo dulu
sehingga sering terdengar Aru (Haru) sebagai Kerajaan Batak (kemungkinan ini
terjadi pada saat Pra “Pengungsian” ke Pusuk Buhit).
Dari Nama Saudara Putri Hijau dalam
legenda itu yaitu Naga Pangombus yang bersemayam di Selat Malaka
mengingatkan kita pada Legenda Naga Padoha
(disebut juga Siraja Padoha) yang kepala ada di Ulu Darat
di Sianjur Mula-Mula – Samosir dan ekornya ada di selat Malaka yakni Penjaga
Banua Tonga yang di benamkan oleh Boru Deak Parujar dalam Legenda Boru Deak
Parujar. Legenda yang bertalian diantara kebetulan atau kesengajaan.
Lalu dimanakah letaknya Kerajaan
Batak dan Aru?
Menurut Catatan Tomi Pires (dalam
Buku Suma Oriental) bahwa Kerajaan Batak itu ada diantara Kerajaan Pase dan
Kerajaan Aru, sementara menurutnya Kerajaan Batak memiliki sebanyak tiga puluh
empat sampai empat puluh “lancharas”, yang keluar melalui saluran sungai yang
ada di negaranya, dan tidak ada yang hidup di pantai kecuali pengamat untuk
melihat yang pergi dan datang. Artinya kerajaan ini tidak mempunyai pelabuhan
laut. Dan Pires menyebutkan bahwa Raja Aru
tinggal di pedalaman dan dia menyebutkan daerah
Aru meliputi sebagian
Minangkabau, dan di sana mereka memiliki sungai sangat besar sepanjang
pedalaman pulau Sumatera dan dapat dilalui kapal, dan dari tempat-tempat mereka
mendapatkan kain untuk pakaian mereka dan kebutuhan lainnya. Dan William
Marsden dalam The history of Sumatra mengindikasikan Aru sebagai tanah Rao. Pires menyebut Aru sebagai Kerajaan
sangat Besar, akan tetapi saat perang Aru dengan Aceh dia hanya mempunyai 6000
tentara tanpa ada orang asing, bandingkan dengan Raja Batak Paska Jatuhnya
bagian terbesar dari negerinya (apakah ini Benteng Putri Hijau?) Raja Batak
masih mempunyai 8000 pasukan Batak ditambah alliasi menjadi (15000 orang) saat
menyerang Aceh (merujuk catatan Pinto).
Dalam Catatan Pinto juga disebutkan
bahwa Aru telah mempunyai pelabuhan yang di singgahi Pinto sebelum meneruskan
perjalanan ke Tanah Batak bernama Soratilu, sementara merujuk catatan Pires
kerajaan Batak diantara Pase dan Aru tidak mempunyai pelabuhan.
Pinto juga menuliskan bahwa tentara
Aceh yang dipimpin oleh Heredin Mahomet, saudara Ipar dari Sultan Aceh, dengan menikahi
Saudarinya, dan adalah gubernur dari kerajaan Barus. Kapal Armada Aceh dengan
12 Ribu pasukan (4000 adalah orang asing) ini dengan tiba pada sungai Panetican
dimana Raja Aru Menghadapi mereka dengan 6000 orang pasukannya tanpa ada orang
asing. Dan musuh (Aceh) menemukan Benteng berparit sebagai pertahanan Aru. Akhirnya Aceh menyerang benteng
mereka dengan serangah dahsyat dari sisi perairan. Dan Aru berhasil bertahan di
sisi kedua benteng dan menyebabakan kerugian besar pada Pihak Aceh. Sehingga akhirnya
Aceh mampu menyuap Panglima Aru, yang mau menerima emas dari Aceh, yang
mengakibatkan jatuhnya benteng itu ke Aceh, Dan Ratu Aru masih bergerilya paska
kejatuhan benteng itu dan akhirnya mengungsi dengan kapal berlambang Naga ke
Malaka (Lambang Legenda Ular Naga Simangombus - seperti argumen Tengku Luckman
Sinar).
Sementara Benteng Putri Hijau ada di
pedalaman Sumatra Utara (Deli Tua) saat ini sehingga tidak memungkinkan terjadi
pertempuran di perairan. Dan dalam pertemuan antara utusan Raja Batak bernama: Aquarem Dabolay dengan Pedro
de Faria,wakil Portugal di Malaka tahun 1539 (The voyages and adventures of
Fernand Mendez Pinto. Done into Engl. by, Volume 3 hal. : 15). Diceritakan
bahwa ada 3 Anak Raja Batak yang
tewas dalam sebuah pertempuran yang disebut-sebut Paling Berdarah dengan
Pasukan Aceh di daerah yang disebut “Jacur” dan “Lingua”, jumlah yang tepat
dengan 3 bersaudara dalam Legenda Putri Hijau yang punya 2 saudara yaitu Naga
Mangombus dan Meriam Puntung. Meski agak berbeda dengan apa yang ditulis Pinto
bahwa yang tewas itu adalah 3 Putra (anak lelaki) Raja Batak.
Kalau ini terjadi maka adalah
logis jika urutan ceritanya adalah Sultan Aceh ingin meminang Putri Hijau
setalah benteng jatuh dan Sang Putri tertawan oleh (Pasukan) Sultan Aceh pasca
berundurnya Pasukan Raja Batak dari
Benteng itu, sehingga tolakan atas Pinangan Sultan Aceh sangat masuk akal
karena penyerangan itu telah membuat tewasnya 2 saudaranya Putri Hijau.
Peta pada gambar terlampir
mengindikasikan letak Kerajaan Aru (Haru) menurut perjalanan Marcoplo.
Sementara Deli kemungkinan besar belum ada waktu itu.
Cat.: Tulisan ini dibuat bukan untuk klaim satu sama lain, ini semua
didasarkan bahwa ada kepentingan semua Suku Bangsa di Sumatra Utara dengan
Benteng Putri Hijau, untuk penelusuran sejarah masa lalu yang hilang, sehingga
Suku Bangsa Batak pun seharusnya mendukung pelestarian Benteng ini.
Sumber:
kutipan dipersembahan Google Book:
1. The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the East, from the Red Sea to China yang di pubilkasi oleh Asian Education Service Delhi (India): 2005
2. The voyages and adventures of Fernand Mendez Pinto, yang dialih bahasa ke bahasa Ingris oleh H.C Gent yang diterbitkan tahun 1653,
3. The Travels of Marco Polo: The Complete Yule-Cordier Edition Oleh Marco Polo,Sir Henry Yule,Henri Cordier; Dover Publication. 1993
4. The history of Sumatra: containing an account of the government, laws, customs and Manner, Oleh William Marsden, sold by Thomas Payne and Son; 1784.
1. The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the East, from the Red Sea to China yang di pubilkasi oleh Asian Education Service Delhi (India): 2005
2. The voyages and adventures of Fernand Mendez Pinto, yang dialih bahasa ke bahasa Ingris oleh H.C Gent yang diterbitkan tahun 1653,
3. The Travels of Marco Polo: The Complete Yule-Cordier Edition Oleh Marco Polo,Sir Henry Yule,Henri Cordier; Dover Publication. 1993
4. The history of Sumatra: containing an account of the government, laws, customs and Manner, Oleh William Marsden, sold by Thomas Payne and Son; 1784.
Untuk
statemen Tengku Luckman Sinar dikutip dari :
http://www.tanohaceh.com/?p=2533
Tidak ada komentar:
Posting Komentar